Budidaya Kepiting Bakau

Budidaya Kepiting Bakau

Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas perikanan pantai yang mempunyai nilai ekonomis penting. Pada mulanya kepiting bakau hanya dianggap hama oleh Petani tambak, karena sering membuat kebocoran pada pematang tambak. Tetapi setelah mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, maka keberadaannya banyak diburu dan ditangkap oleh nelayan untuk penghasilan tambahan dan bahkan telah mulai dibudidayakan secara tradisional di tambak. Mengingat permintaan pasar ekspor akan kepiting bakau yang semakin meningkat dari tahun ke tahun maka usaha ekstensifikasi budidaya kepiting bakau mulai dirintis di beberapa daerah.

Sebagai komoditas ekspor kepiting memiliki harga jual cukup tinggi baik dipasaran dalam maupun luar negeri, namun tergantung pada kualitas kepiting (ukuran tingkat kegemukan). Penggemukan kepiting dapat dilakukan terhadap kepiting bakau jantan dan betina dewasa tetapi dalam keadaan kosong/kurus.

Untuk dapat menghasilkan kepiting yang gemuk diperlukan waktu yang cukup pendek yaitu 10 – 20 hari.

Harga jual kepiting gemuk menjadi lebih tinggi dengan demikian dapat meningkatkan nilai tambah bagi petani.

1. TEKNIK BUDIDAYA PEMBESARAN Faktor teknik yang perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilan budidaya pembesaran kepiting, antara lain : a. Pemilihan Lokasi Budidaya Pemilihan lokasi budidaya harus tepat secara teknis operasional dengan mempertimbangkan beberapa aspek sebagai berikut :

1. Mutu air cukup baik – Salinitas 15 – 30 ppt – pHair 7 – 8 – Suhu 25 – 30 C – Kandungan O >3 ppm

2. Mudah diawasi

3. Substrat dasar tambak adalah lumpur berpasir

4. Untuk sistem karamba harus terhindar dari pengaruh banjir dan mudah terjangkau oleh pasang surut.

5. Merupakan wilayah penangkapan kepiting b. Tempat Pemeliharaan Tempat pemeliharaan kepiting bisa berupa kurungan bambu, waring, maupun bak beton.

Untuk tempat pemeliharaan kepiting yang berasal dari kurungan bambu (karamba) disarankan berukuran 1,5x1x1meter atau 2x1x1meter, hal ini bertujuan memperrmudah pengelolaannya terutama pada waktu mengangkat karamba diwaktu panen. c. Pemilihan Benih Kesehatan benih merupakan satu diantara faktor yang menunjang keberhasilan dalam usaha penggemukan kepiting.

Oleh sebab itu pemilihan dan pengelolaan benih harus benar dan tepat. Kesehatan benih juga bisa dilihat dari kelengkapan kaki-kakinya.

Hilangnya capit akan berpengaruh pada kemampuan untuk memegang makanan yang dimakan serta kemampuan sensorisnya. Walaupun pada akhirnya setelah ganti kulit maka kaki yang baru akan tumbuh tetapi hal ini memerlukan waktu, belum lagi adanya sifat kanibalisme kepiting, sehingga kepiting yang tidak bisa jalan karena sedang ganti kulit sering menjadi mangsa kepiting lainnya. Untuk itu maka harus dipilih benih yang mempunyai kaki masih lengkap. Benih kepiting yang kurang sehat warna karapas akan kemerah-merahan dan pudar serta pergerakannya lamban.

d. Pengangkutan Benih Walaupun kepiting bakau merupakan hewan yang tahan terhadap perubahan lingkungan namun cara pengangkutan yang salah bisa menyebabkan kematian dalam jumlah banyak atau mengurangi sintasan. Pengangkutan benih sebaiknya dilakukan sewaktu suhu udara rendah dan kurang sinar matahari.

Tereksposenya benih kepiting ke dalam sinar matahari bisa menimbulkan dehidrasi yang pada akhirnya cairan dalam tubuh kepiting akan keluar semuanya sehingga menyebabkan kematian. Tingginya kematian benih setelah sampai tempat tujuan biasanya disebabkan karena benih yang dibeli memang sudah lemah akibat sudah ditampung beberapa hari oleh pedagang pengumpul.

Biasanya kematian kepiting terjadi setelah hari ke-4 dalam penampungan tanpa air. Wadah yang dipakai dalam pengangkutan kepiting sebaiknya tidak menyebabkan panas dan letakkan kepiting dalam posisi hidup. Wadah sterofoam dengan panjang 1 m dan lebar 60 cm dapat menyimpan benih sebanyak 100 – 150 ekor untuk benih yang diikat.Lakukan penyiraman sebanyak 2 – 3 kali penyiraman dengan air berkadar garam 10 – 25 ppt, selama pengangkutan 5 – 6 jam.

2. PENEBARAN

Penebaran kepiting dilakukan pada pagi atau sore hari pada karamba. Benih kepiting yang ditebarberukuran berat 200 – 300 gram per ekor. Untuk ukuran karamba 1,5 – 2 x 1 x 1 meter kepadatan tebar nya kurang lebih 15 – 25 kg atau sebanyak 60 – 70 ekor.

3. PEMELIHARAAN

Penempatan karamba dalam petak tambak disarankan diletakkan di dekat pintu masuk/keluar air.

Posisi karamba sebaiknya menggantung berjarak 15 cm dari dasar perairan yang tujuannya agar sisa pakan yang tidak termakan jatuh ke dasar perairan tidak mengendap di dalam karamba.

Diusahakan seminggu 2 kali karamba dipindah dari posisi semula hal ini bertujuan agar terjadi sirkulasi / pergantian air. Kegiatan dalam pemeliharaan setelah penebaran dilakukan :

– Pemberian pakan rucah lebih diutamakan dalam bentuk segar sebanyak 5 -10% dari berat badan dan diberikan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore/malam hari.

– Penggantian air dilakukan bila terjadi penurunan kualitas air.

– Sampling dilakukan setiap 5 hari untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan dan kesehatan kepiting.

Dengan pengelolaan pakan yang cermat, cocok dan tepat jumlah maka dalam tempo 10 hari pertumbuhan kepiting bisa diketahui.

4. PEMANENAN

Pemeliharaan / penggemukan kepiting di karamba dapat dilakukan selama 15 hari, tergantung pada ukuran benih dan laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan oleh jenis pakan yang diberikan dan kualitas air tambak. Untuk memanen kepiting digunakan alat berupa seser baik untuk tujuan pemanenan total maupun selektif. Pelaksanaan panen harus dilakukan oleh tenaga terampil untuk menangkap dan kemudian mengikatnya. Selain itu tempat dan waktu penyimpanan sebelum didistribusikan kepada konsumen menentukan kesegaran dan laju dehidrasi karena kehilangan berat sekitar 3 – 4% dapat menyebabkan kematian.

5. ANALISA USAHA

Beberapa asumsi yang digunakan dalam menghitung biaya dan pendapatan dalam usaha penggemukan kepiting :

– Lama pemeliharaan 15 hari.

– Harga jual kepiting jantan Rp. 27.000,- dan kepiting betina Rp. 50.000,-

– Benih yang dibutuhkan 20 kg atau 60 ekor/keramba – SR 75% atau 88 ekor, jantan 44 ekor atau 22 kg dan betina 44 ekor atau 22 kg dengan ukuran 1-2 ekor/kg.

ANALISALABA-RUGI A.

Biaya Investasi – Pembuatan Karamba 2 bh @ Rp.250.000 : Rp. 550.000 – Pembelian Peralatan : 50.000 Sub total A : Rp. 550.000 B. Biaya Operasional – Benih 40 kg @ Rp. 19.000 : Rp. 760.000 – Pakan 150 kg @ Rp. 1.000 : Rp. 150.000 – Tenaga Kerja : 150.000 Sub total B : Rp.1.060.000 C. Penyusutan Modal 10% x A : Rp. 55.000 D. Total Biaya (B+C) : Rp.1.115.000 E. HasilPenerimaan – Kepiting jantan 44 kg @ Rp. 27.000 : Rp. 594.000 – Kepiting betina 44 kg @ Rp. 50.000 : Rp.1.100.000 Sub total E : Rp.1.694.000 F. Laba Operasional (E-D) : Rp. 579.000 G. Laba dalam 1 tahun (F x 12 bln) : Rp.6.948.000 ANALISA BIAYA 1. Cash Flow {G+A} : Rp.7.498.000 2. Rentabilitas {F: (A+B)*100%)} : 46% 3. B/C Ratio {E : D} : 1,5 4. Pay BackPeriod {(A+B) : (G+A) x 1tahun} : 3 bulan 5. Break EvenPoint {(C:(1 – (B:E)} : Rp. 146.956 #dari berbagai sumber

 

sumber. http://dbidang.blogspot.com/2011/07/budidaya-kepiting-bakau.html

Pancing tonda

Mengenal Pancing Tonda


alat ini banyak Diaplikasikan di  maluku, dan trenggale, sedangkan di padang, jawa ada juga dan di mukomuko belum biasa
Salah satu alat tangkap untuk memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis (permukaan) adalah pancing tonda. Alat tangkap ini banyak dioperasikan di beberapa wilayah di Indonesia. Kontruksi pancing tonda terdiri dari galah, tali pancing utama, kili-kili, tali pancing cabang, dan mata pancing. Mata pancing pada pancing tonda ada yang dilengkapi dengan umpan tiruan (hook With false bail), umpan tiruan yang dilengkapi dengan mata pancing (rapala), atau ada juga yang diiengkapi dengan umpan alam.

Kontruksi Pancing

Pancing tonda terdiri dari komponen-komponen yang penting, yaitu: (1) tali utama, bahan umumnya dari benang plastik monofilament dengan panjang tali bervariasi tergantung keadaan, umumnya antara 100-500 meter, (2) kili-kili, (3) tali kawat, (4) mata pancing tunggal atau mata pancing ganda, dan (5) umpan tiruan.

Daerah penangkapan

Daerah penangkapan untuk pancing tonda skala kecil hanya di sekitar perairan pantai, untuk yang berskala menengah dan besar biasanya di lepas pantai.
Sumber : Dit PMP, DKP
Kontak : Departemen Kelautan dan Perikanan
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Lantai 9 Tel. (021)3519070 (Hunting) Fax. (021) 3522560 Jakarta

Diposkan oleh DKPMM,Bidang Tangkap

http://perpustakaandinaskelautandanperikanan.blogspot.com/2011/05/mengenal-pancing-tonda.html

MENGENAL PANCING RAWAI

PANCING RAWAI

Pancing jenis Rawai ini merupakan salah satu jenis alat tangkap yang cukup popular dan alat ini sudah banyak Diaplikasikan di beberapa Daerah seperti (Kabupaten Yapen Waropen, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Seluma, Kabupaten Kaur dan  kabupaten Mukomuko)

Pancing rawai terdiri dari sejumlah mata kail yang dipasangkan pada panjangnya tali yang mendatar. Tali yang mendatar ini merupakan tali utama dari suatu rangkaian pancing rawai. Jenis pancing rawai terdiri dari pancing rawai kolom perairan, dan pancing rawai dasar. Pancing rawai kolam perairan dan pancing rawai dasar masing-masing terdiri dari pancing rawal vertikal dan pancing rawai horizontal.Pancing rawai terdiri dari sejumlah mata kail yang dipasangkan pada panjangnya tali yang mendatar. Tali yang mendatar ini merupakan tali utama dari suatu rangkaian pancing rawai. Jenis pancing rawai terdiri dari pancing rawai kolom perairan, dan pancing rawai dasar. Pancing rawai kolam perairan dan pancing rawai dasar masing-masing terdiri dari pancing rawal vertikal dan pancing rawai horizontal.

Konstruksi pancing

Seperangkat alat rawai mempunyai susunan bagian-bagian dan ukuran sebagai berikut; tali utama ukuran 3-4 mm, panjang 450-500 m, cabang dengan panjang 30 cm s/d 100 cm jarak antara tali cabang 3-4 m. Ukuran mata pancing nomor 7 atau 9 untuk di perairan pantai, dan nomor 4 s/d 1 untuk perairan lepas pantai. Tail pelampung dengan ukuran 20-80 cm, dengan panjang 8 cm. Pada setiap 50 mata pancing dipasang 1 pelampung.

Metode pengoperasian

Metode pengoperasian dari pancing rawai adalah dengan cara menset pancing di perairan, kemudian dibiarkan untuk beberapa lama. Untuk rawai yang dioperasikan siang hari, kapal bersama alat tangkap dibiarkan hanyut, sedangkan untuk yang dioperasikan malam hari, setelah pancing diset, kapal dijangkar.

Daerah penangkapan

Daerah penangkapan adalah daerah penangkapan yang sebelumnya diperkirakan akan ikan yang akan dijadikan target tangkapan (berdasarkan data hasil tangkapan sebelumnya), kedalaman perairan, mulai dari perairan dangkal sampai dengan perairan dalam.
Musim penangkapan

Bisa dilakukan sepanjang tahun.

Pengadaan alat dan bahan

Bahan pancing bisa dibeli di toko jaring, atau di toko perlengkapan nelayan.
Perkiraan harga satuan peralatan
Perkiraan harga satu set (perahu dan pancing) Rp 3.000.000,- s/d Rp 10.000.000,-
Sumber : Dit PMP, DKP
Kontak : Departemen Kelautan dan Perikanan
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Lantai 9 Tel. (021)3519070 (Hunting) Fax. (021) 3522560 Jakarta

DKPMM,Bidang Tangkap

http://perpustakaandinaskelautandanperikanan.blogspot.com/2011/05/mengenal-pancing-rawai.html

Alat tangkap Cantrang

ALAT TANGKAP CANTRANG

alat tangkap cantrang
A. PENDAHULUAN
Definisi Alat Tangkap Cantrang : George et al, (1953) dalam Subani dan Barus (1989). Alat tangkap cantrang dalam pengertian umum digolongkan pada kelompok Danish Seine yang terdapat di Eropa dan beberapa di Amerika. Dilihat dari bentuknya alat tangkap tersebut menyerupai payang tetapi ukurannya lebih kecil.
Cantrang merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan demersal yang dilengkapi dua tali penarik yang cukup panjang yang dikaitkan pada ujung sayap jaring. Bagian utama dari alat tangkap ini terdiri dari kantong, badan, sayap atau kaki, mulut jaring, tali penarik (warp), pelampung dam pemberat.
Sejarah Alat tangkap Cantrang
Danish seine merupakan salah satu jenis alat tangkap dengan metode penangkapannya tanpa menggunakan otterboards, jaring dapat ditarik menyusuri dasar laut dengan menggunakan satu kapal. Pada saat penarikan kapal dapat ditambat (Anchor Seining) atau tanpa ditambat (Fly Dragging). Pada anchor seining,
para awak kapal akan merasa lebih nyaman pada waktu bekerja di dek dibandingkan Fly dragging. Kelebihan fly dragging adalah alat ini akan memerlukan sedikit waktu untuk pindah ke fishing ground lain dibandingkan Anchor seining (Dickson, 1959).
Setelah perang dunia pertama, anchor seining dipakai nelayan Inggris yang sebelumnya menggunakan alat tangkap Trawl. Dari tahun 1930 para nelayan Skotlandia dengan kapal yang berkekuatan lebih besar dan lebih berpengalaman menyingkat waktu dan masalah pada anchor seining pada setiap penarikan alat dengan mengembangkan modifikasi operasi dengan istilah Fly Dragging atau Scotish Seining. Pada Fly Dragging kapal tetap berjalan selagi penarikan jaring dilakukan.
Dilihat dari bentuknya alat tangkap cantrang menterupai payang tetapi ukurannya lebih kecil. Dilihat dari fungsi dan hasil tangkapannya cantrang menyerupai trawl, yaitu untuk menangkap sumberdaya perikanan demersal terutama ikan dan udang.
Dibanding trawl, cantrang mempunyai bentuk yang lebih sederhana dan pada waktu penankapannya hanya menggunakan perahu motor ukuran kecil. Ditinjau dari keaktifan alat yang hampir sama dengan trawl maka cantrang adalah alat tangkap yang lebih memungkinkan untuk menggantikan trawl sebagai sarana untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan demersal. Di Indonesia cantrang banyak digunakan oleh nelayan pantai utara Jawa Timur dan Jawa Tengah terutama bagian utara (Subani dan Barus, 1989)
Prospektif Alat Tangkap Cantrang
Setelah dikeluarkannya KEPRES tentang pelarangan penggunaan alat tangkap Trawl di Indonesia tahun 1980, maka cantrang banyak dipilih nelayan untuk menangkap ikan demersal, karena dilihat dari fungsi dan hasil tangkapannya cantrang ini hampir memiliki kesamaan dengan jaring trawl.
B. KONSTRUKSI ALAT TANGKAP CANTRANG
Konstruksi Umum
Dari segi bentuk (konstruksi) cantrang ini terdiri dari bagian-bagian :
Kantong (Cod End)
Kantong merupakan bagaian dari jarring yang merupakan tempat terkumpulnya hasil tangkapan. Pada ujung kantong diikat dengan tali untuk menjaga agar hasil tangkapan tidak mudah lolos (terlepas).
Badan (Body)
Merupakan bagian terbesar dari jaring, terletak antara sayap dan kantong. Bagian ini berfungsi untuk menghubungkan bagian sayap dan kantong untuk menampung jenis ikan-ikan dasar dan udang sebelum masuk ke dalam kantong. Badan tediri atas bagian-bagian kecil yang ukuran mata jaringnya berbeda-beda.
Sayap (Wing).
Sayap atau kaki adalah bagian jaring yang merupakan sambungan atau perpanjangan badan sampai tali salambar. Fungsi sayap adalah untuk menghadang dan mengarahkan ikan supaya masuk ke dalam kantong.
Mulut (Mouth)
Alat cantrang memiliki bibir atas dan bibir bawah yang berkedudukan sama. Pada mulut jaring terdapat:
Pelampung (float): tujuan umum penggunan pelampung adalah untuk memberikan daya apung pada alat tangkap cantrang yang dipasang pada bagian tali ris atas (bibir atas jaring) sehingga mulut jaring dapat terbuka.
Pemberat (Sinker): dipasang pada tali ris bagian bawah dengan tujuan agar bagian-bagian yang dipasangi pemberat ini cepat tenggelam dan tetap berada pada posisinya (dasar perairan) walaupun mendapat pengaruh dari arus.
Tali Ris Atas (Head Rope) : berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian sayap jaring, badan jaring (bagian bibir atas) dan pelampung.
Tali Ris Bawah (Ground Rope) : berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian sayap jaring, bagian badan jaring (bagian bibir bawah) jaring dan pemberat.
Tali Penarik (Warp) :Berfungsi untuk menarik jarring selama di operasikan.
Karakteristik
Menurut George et al, (1953) dalam Subani dan Barus (1989). Dilihat dari bentuknya alat tangkap cantrang menyerupai payang tetapi ukurannya lebih kecil. Dilihat dari fungsi dan hasil tangkapan cantrang menyerupai trawl yaitu untuk menangkap sumberdaya perikanan demersal terutama ikan dan udang, tetapi bentuknya lebih sederhana dan pada waktu penangkapannya hanya menggunakan perahu layar atau kapal motor kecil sampai sedang. Kemudian bagian bibir atas dan bibir bawah pada Cantrang berukuran sama panjang atau kurang lebih demikian. Panjang jarring mulai dari ujung belakang kantong sampai pada ujung kaki sekitar 8-12 m.
Bahan Dan Spesifikasinya
a.    Kantong : Bahan terbuat dari polyethylene. Ukuran mata jaring pada bagian kantong 1 inchi.
b.    badan : Terbuat dari polyethylene dan ukuran mata jaring minimum 1,5 inchi.
c.    Sayap : Sayap terbuat dari polyethylene dengan ukuran mata jaring sebesar 5 inchi.
d.    Pemberat : Bahan pemberat terbuat dari timah atau bahan lain.
e.    Tali ris atas : Terbuat dari tali dengan bahan polyethylene.
f.    Tali ris bawah : Terbuat dari tali dengan bahan polyethylene.
g.    Tali penarik : Terbuat dari tali dengan bahan polyethylene dengan diameter 1 inchi.
HASIL TANGKAPAN
Hasil tangkapan dengan jaring Cantrang pada dasarnya yang tertangkap adalah jenis ikan dasar (demersal) dan udand seperti ikan petek, biji nangka, gulamah, kerapu, sebelah, pari, cucut, gurita, bloso dan macam-macam udang (Subani dan Barus, 1989).
HASIL TANGKAPAN
Hasil tangkapan dengan jaring Cantrang pada dasarnya yang tertangkap adalah jenis ikan dasar (demersal) dan udand seperti ikan petek, biji nangka, gulamah, kerapu, sebelah, pari, cucut, gurita, bloso dan macam-macam udang (Subani dan Barus, 1989).
DAERAH PENANGKAPAN
langkah awal dalam pengperasian alat tangkap ini adalah mencari daerah penangkapan (Fishing Ground). Menurut Damanhuri (1980), suatau perairan dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan yang baik apabila memenuhi persyaratan dibawah ini:
Di daerah tersebut terdapat ikan yang melimpah sepanjang tahun.
Alat tangkap dapat dioperasikan denagn mudah dan sempurna.
Lokasi tidak jauh dari pelabuhan sehingga mudah dijangkau oleh perahu.
Keadaan daerahnya aman, tidak biasa dilalui angin kencang dan bukan daerah badai yang membahayakan.
Penentuan daerah penangkapan dengan alat tangkap Cantrang hampir sama dengan Bottom Trawl. Menurut Ayodhyoa (1975), syarat-syarat Fishing Ground bagi bottom trawl antara lain adalah sebagai berikut:
Karena jaring ditarik pada dasar laut, maka perlu jika dasar laut tersebut terdiri dari pasir ataupun Lumpur, tidak berbatu karang, tidak terdapat benda-benda yang mungkin akan menyangkut ketika jaring ditarik, misalnya kapal yang tengelam, bekas-bekas tiang dan sebagainya.
Dasar perairan mendatar, tidak terdapat perbedaan depth yang sangat menyolok.
Perairan mempunyai daya produktivitas yang besar serta resources yang melimpah.
ALAT BANTU PENANGKAPAN
Alat bantu penangkapan cantrang adalah GARDEN. (Mohammad et al. 1997) dengan alat bantu garden untuk menarik warp memungkinkan penarikan jaring lebih cepat. Penggunaan garden tersebut dimaksudkan agar pekerjaan anak buah kapal (ABK) lebih ringan, disamping lebih banyak ikan yang terjaring sebagai hasil tangkapan dapat lebih ditingkatkan.

Gardanisasi alat tangkap cantrang telah membuka peluang baru bagi perkembangan penangkapan ikan, yaitu dengan pemakaian mesin kapal dan ukuran jaring yang lebih besar untuk di operasikan di perairan yang lebih luas dan lebih dalam.

TEKNIK OPERASI (SETTING dan HOULING)
Persiapan
Operasi penangkapan dilakukan pagi hari setelah keadaan terang. Setelah ditentukan fishing ground nelayan mulai mempersiapkan operasi penangkapan dengan meneliti bagian-bagian alat tangkap, mengikat tali selambar dengan sayap jaring.
Setting
Sebelum dilakukan penebaran jaring terlebih dahulu diperhatikan terlebih dahulu arah mata angin dan arus. Kedua faktor ini perlu diperhatikan karena arah angin akan mempengaruhi pergerakan kapal, sedang arus akan mempengaruhi pergerakan ikan dan alat tangkap. Ikan biasanya akan bergerak melawan arah arus sehingga mulut jaring harus menentang pergerakan dari ikan.
Untuk mendapatkan luas area sebesar mungkin maka dalam melakukan penebaran jaring dengan membentuk lingkaran dan jaring ditebar dari lambung kapal, dimulai dengan penurunan pelampung tanda yang berfungsi untuk memudahkan pengambilan tali selambar pada saat akan dilakukan hauling. Setelah pelampung tanda diturunkan kemudian tali salambar kanan diturunkan → sayap sebelah kanan → badan sebelah kanan → kantong → badan sebelah kiri → sayap sebelah kiri → salah satu ujung tali salambar kiri yang tidak terikat dengan sayap dililitkan pada gardan sebelah kiri. Pada saat melakukan setting kapal bergerak melingkar menuju pelampung tanda.
Hauling
Setelah proses setting selesai, terlebih dahulu jarring dibiarkan selam ± 10 menit untuk memberi kesempatan tali salambar mencapai dasar perairan. Kapal pada saat hauling tetap berjalan dengan kecepatan lambat. Hal ini dilakukan agar pada saat penarikan jaring, kapal tidak bergerak mundur karena berat jaring. Penarikan alat tangkap dibantu dengan alat gardan sehingga akan lebih menghemat tenaga, selain itu keseimbangan antara badan kapal sebelah kanan dan kiri kapal lebih terjamin karena kecepatan penarikan tali salambar sama dan pada waktu yang bersamaan. Dengan adanya penarikan ini maka kedua tali penarik dan sayap akan bergerak saling mendekat dan mengejutkan ikan serta menggiringnya masuk kedalam kantong jaring.
Setelah diperkirakan tali salambar telah mencapai dasar perairan maka secepat mungkin dilakukan hauling. Pertama-tama pelampung tanda dinaikkan ke atas kapal → tali salambar sebelah kanan yang telah ditarik ujungnya dililitkan pada gardan sebelah kanan → mesin gardan mulai dinyalakan bersamaan dengan mesin pendorong utama hingga kapal bergerak berlahan-lahan → jaring mulai ditarik → tali salambar digulung dengan baik saat setelah naik keatas kapal → sayap jaring naik keatas kapal → mesin gardan dimatikan → bagian jaring sebelah kiri dipindahkan kesebelah kanan kapal → jaring ditarik keatas kapal → badan jaring → kantong yang berisi hasil tangkapan dinaikkan keatas kapal. Dengan dinaikkannya hasil tangkapan maka proses hauling selesai dilakukan dan jaring kembali ditata seperti keadaan semula, sehingga pada saat melakukan setting selanjutnya tidak mengalami kesulitan.
HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PENANGKAPAN
Kecepatan dalam menarik jaring pada waktu operasi penangkapan.
Arus : Arus akan mempengaruhi pergerakan ikan dan alat tangkap. Ikan biasanya akan bergerak melawan arah arus sehingga mulut jaring harus menentang pergerakan dari ikan.

Arah angin

Arah angin akan mempengaruhi pergerakan kapal pada saat operasi penangkapan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
~        Ayodyoa, 1972. Kapal Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ayodyoa, 1975. Fishing Methods. Proyek Peningkatan / Pengembangan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
~        Damanhuri, 1980. Diktat Fishing Ground Bagian Tehnik Penagkapan Ikan. Fakultas Periakanan. Universitas Brawijaya. Malang. 56, 57 hal.
~        Dickson, 1959. The Use Of Danish Seine, Modern Fishing Gear Of The World. Japan International Cooperation Agency. Tokyo
~        Martosubroto, 1987. Penyebaran Beberapa Sumber Perikanan Di Indonesia. Direktorat Bina Sumberdaya Hayati. Direktorat Jendral Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta.
~        Muhammad, S, Sumartoyo, M. Mahmudi, Sukandar dan agus Cahyono, 1997. Studi Pengembangan Paket Teknologi Alat Tangkap Jaring Dogol (Danish Seine) Dalam Rangka Pemanfaatan Sumberdaya Ikan-Ikan Demersal Di Perairan Lepas Pantai Utara Jawa Timur. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang.
~        Subani, W dan H.R. Barus, 1989. Alat Penangkapan Ikan Dan Udang Laut Di Indonesia. Balai Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
~        Laut biru
Artikel yang terkait :

ALAT PENANGKAPAN IKAN GILL NET

ALAT PENANGKAPAN IKAN GILL NET

 


1. A. PENDAHULUAN
1. Definisi Alat Tangkap
Gill net sering diterjemahkan dengan “jaring insang”, “jaring rahang”, dan lain sebagainya. Istilah “gill net” didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap “gilled-terjerat” pada sekitar operculum nya pada mata jaring. Sedangkan “gill net dasar” atau “bottom gill net” adalah jaring insang, jaring rahang yang cara operasinya ataupun kedudukan jaring pada fishing ground direntangkan pada dasar laut, yang demikian berarti jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah ikan-ikan dasar (bottom fish) ataupun ikan-ikan damersal, dengan bahan jaring terbuat dari multi fibre.

1.1. Sejarah Alat Tangkap.

Dalam bahasa Jepang gill net disebut dengan istilah “sasi ami”, yang berdasarkan pemikiran bahwa tertangkapnya ikan-ikan pada gill net ialah dengan proses bahwa ikan-ikan tersebut “menusukkan diri-sasu” pada “jaring-ami”. Di Indonesia penamaan gill net ini beraneka ragam, ada yang menyebutkan nya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring kuro, jaring udang dsb nya), ada pula yang disertai dengan nama tempat (jaring udang Bayeman), dan lain sebagainya. Tertangkapnya ikan ikan-ikan dengan gill net ialah dengan cara bahwa ikan-ikan tersebut terjerat (gilled) pada mata jaring atupun terbelit-belit (entangled) pada tubuh jarring

.
1.1. Prospektif Alat Tangkap

Prospektif gill net dasar atau bottom gill net di Indonesia sangat baik, hal ini dikarenakan secara kuantitatif, jumlahnya cukup besar di Indonesia. Hal-hal yang mempengaruhi besarnya bottom gill net secara kuantitatif di Indonesia :
~        Bahan dasar (material) pembuatan bottom gill net mudah diperoleh
~        Proses pembuatan bottom gill net mudah
~        Harganya relatif murah
~        Fishing method dari bottom gill net mudah
~        Biaya relatif murah sehingga dapat dimilliki oleh siapa saja.


1. KONSTRUKSI ALAT TANGKAP ( BOTTOM GILL NET )

1. KONSTRUKSI UMUM
Pada umumnya yang disebutkan dengan gill net dasar ialah jaring dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain, jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size pada arah panjang jaring.

 

Pada lembaran-lembaran jaring, pada bagian atas dilekatkan pelampung (float) dan pada bagian bawah dilekatkan peemberat (sinker). Dengan menggunakan dua gaya yang berlawanan arah, yaitu bouyancy dari float yang bergerak menuju keatas dan sinking force dari sinker ditambah dengan berat jaring didalam air yang bergerak menuju kebawah, maka jaring akan terentang.

2. DETAIL KONSTRUKSI

Pada kedua ujung jaring diikatkan jangkar, yang dengan demikian letak jaring akan telah tertentu. Karena jaring ini direntang pada dasar laut, maka dinamakan bottom gill net, yang demikian berarti jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah ikan-ikan dasar (bottom fish) ataupun ikan-ikan damersal. Posisi jaring dapat diperkirakan pada float berbendera atau bertanda yang dilekatkan pada kedua belah pihak ujung jaring, tetapi tidaklah dapat diketahui keadaan baik buruknya rentangan jaring itu sendiri.

3. KARAKTERISTIK

~        Set bottom gill net direntang pada dasar laut, sehingga yang menjadi tujuan penangkapan adalah ikan-ikan damersal.
~        Bottom gill net berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat, ris atas dan ris bawah serta dilengkapi dengan jangkar.
~        Besarnya mata jaring bervariasi tergantung sasaran yang akan ditangkap baik udang maupun ikan.
~        Jaring gill net direntangkan pada float berbendera yang diletakkan pada kedua belah pihak ujung jaring tetapi tidak dapat diketahui keadaan baik buruknya rentangan itu sendiri.

5. BAHAN DAN SPESIFIKASINYA
Pengenalan bahan jaring sintetis dengan mutu yang tinggi telah merangsang perkembangan pemakaian alat ini. Hal ini disebabkan efisiensi penangkapan yang jauh lebih baik yakni 2-13 kali lebih tinggi pada PA monofillament yang transparant (jernih) dibanding dengan bahan serat alami (kapas, rami, rami halus).

1. Persyaratan
Persyaratan efisiensi penangkapan yang baik memerlukan rendahnya daya rangsang alat untuk organ penglihatan atau organ lateral line sebelum ikan terkait atau terjerat dalam jaring gill net harus disesuaikan dengan kebiasaan hidup ikan melebihi trawl dan purse seine.

Bahan dari gill net harus mempunyai daya tampak sekecil mungkin dalam air, terutama sekali untuk penangkapan di siang hari pada air jernih. Serat jaring juga harus sehalus dan selunak mungkin untuk mengurangi daya penginderaan dengan organ side line. Serat jaring yang lebih tipis juga kurang terlihat. Sebaliknya bahan harus cukup kuat untuk menahan rontaan ikan yaang tertangkap dan dalam upayanya untuk membebaskan diri. Lebih lanjut diperlukan kemuluran dan elastisitas yang tepat untuk menahan ikan yang terjerat atau terpuntal sewaktu alat dalam air atau sewaktu penarikan keatas kapal tetapi tidak menyulitkan sewaktu ikan itu diambil dari jaring. Bahan yang daya mulurnya tinggi untuk beban kecil tidak sesuai untuk gull net karena ukuran ikan yang terjerat pada insang tergantung pada ukuran mata jaring. Jaring perlu memiliki kekuatan simpul yang stabil dan ukuran mata jaring tidak boleh dipengaruhi air.

2. Macam dan Ukuran benang
PA continous filament adalah bahan yang paling lunak dari semua bahan sintetis dalam kondisi basah, warna putih mengkilat yang alami adalah jauh lebih terlihat dalam air jernih. Warna hijau, biru, abu-abu dan kecoklatan merupakan warna-warna yang nampak digunakan paling umum pada perikanan komersial.
Sebab banyaknya macam dari gill net sesuai dengan ukuran, ukuran mata jaring, jenis ikan, pola operasi, kondisi penangkapan, dll tidak mungkin memberi rekomendasi yang menyeluruh untuk seleksi bahan jaring. Semua nilai R tex adalah nominal dan berkenaan dengan netting yarn yang belum diselup dan belum diolah.

3. Warna Jaring
Warna jaring yang dimaksudkan disini adalah terutama dari webbing. Warna float, ropes, sinkers dan lain-lain diabaikan, mengingat bahwa bagian terbesar dari gill net adalah webbing. Pada synthetic fibres, net preservation dalam bentuk pencelupan telah tidak diperlukan, kemudian pula warna dari twine dapat dibuat sekehendak hati, yang dengan demikian kemungkinan mengusahakan warna jaring untuk memperbesar fishing ability ataupun catch akan dapat lebih diusahakan. Dengan perkataan lain, warna jaring yang sesuai untuk tujuan menangkap jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan dapat diusahakan. Warna jaring dalam air akan dipengaruhi oleh faktor-faktor depth dari perairan, transparancy, sinar matahari, sinar bulan dan lain-lain faktor, dan pula sesuatu warna akan mempunyai perbedaan derajat “terlihat” oleh ikan –ikan yang berbeda-beda. Karena tertangkapnya ikan-ikan pada gill net ini ialah dengan cara gilled dan entangled, yang kedua-duanya ini barulah akan terjadi jika ikan tersebut menubruk atau menerobos jaring, maka hendaklah diusahakan bahwa efek jaring sebagai penghadang, sekecil mungkin.

A. HASIL TANGKAPAN

Karena jaring ini direntang pada dasar laut, yang demikian berarti jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah ikan-ikan dasar (bottom fish) ataupun ikan-ikan damersal. Jenis-jenis ikan seperti cucut, tuna, yang mempunyai tubuh sangat besar sehingga tak mungkin terjerat pada mata jaring ataupun ikan-ikan seperti flat fish yang mempunyai tubuh gepeng lebar, yang bentuk tubuhnya sukar terjerat pada mata jaring, ikan-ikan seperti ini akan tertangkap dengan cara terbelit-belit (entangled). Jenis ikan yang tertangkap berbagai jenis, misalnya herring, cod, halibut, mackerel, yellow tail, sea bream, tongkol, cakalang, kwe, layar, selar, dan lain sebagainya. Jenis-jenis udang, lobster juga menjadi tujuan penangkapan jaring ini.

B. DAERAH PENANGKAPAN
Pada umumnya yang menjadi fishing ground atau daerah penangkapan adalah daerah pantai, teluk, dan muara-muara yang mengakibatkan pula jenis ikan yang tertangkap berbagai jenis.

 

C. ALAT BANTU PENANGKAPAN
Alat bantu penangkapan merupakan faktor penting untuk mengumpulkan ikan pada suatu tempat yang kemudian dilakukan operasi penangkapan. Alat bantu yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan dengan menggunakan bottom gill net adalah :

v LAMPU / LIGHT FISHING
Kegunaan lampu untuk alat penangkapan adalah untuk mengumpulkan kawanan ikan kemudian melakukan operasi penangkapan dengan menggunakan gill net. Jenis-jenis lampu yang digunakan bermacam-macam antara lain :
~        Ancor / obor
~        Lampu petromak / starmking
~        Lampu listrk ( penggunaannya masih terbetas )

Faktor yang paling berpengaruh dalam penggunaan lampu adalah kekuatan cahaya lampu yang digunakan, selain itu juga ada beberapa faktor lain :
~        Kecerahan : Jika kecerahan kecil, berarti banyak partikel-partikel dalam air maka pembiasan cahaya terserap dan akhirnya tidak menarik perhatian dari ikan yang ada disekitarnya. Jadi kecerahan menentukan kekuatan lampu.
~        Gelombang, angin, arus : Akan mempengaruhi kedudukan lampu. Adanya faktor-fakttor itu menyebabkan kondisi sinar yang semula lurus menjadi bengkok.
~        Sinar bulan : Pada waktu bulan purnama sukar sekali mengadakan penangkapan menggunakan lampu karena cahaya terbagi rata, sadangkan penangkapan menggunakan lampu diperlukan keadaan gelap agar cahaya lampu terbias sempurna dalam air.

v PAYAOS (RUMPON/ REBO)

Payaos merupakan rumpon laut dalam yang berperan dalam pengumpulan ikan pada tempat tertentu dan dilakukan operasi penangkapan. Payaos pelampungnya terdiri dari 60-100 batang bambu yang disusun dan diikat menjadi satu sehingga membentuk rakit (raft), selain dari bambu pelampung juga terbuat dari alumunium. Tali pemberat (tali yang menghubungkan antara pelampung dan pemberat) mencapai 1000-1500 m, terbuat dari puntalan rotan, bahan syntetik seperti polyethylene, nylon, polyester, polypropylene.
Sedangkan pemberat berkisar 1000-3500 kg yang terbuat dari batu dimasukkan dalam keranjang rotan dan cor-coran semen. Dan untuk rumbai-rumbainya digunakan daun nyiur dan bekas tali polyethylene dan ban bekas.

D. TEKNIK OPERASI

§ Setting
Pada saat melakukan setting, kapal diarahkan ke tengah kemudian dilakukan pemasangan jaring bottom gill net oleh Anak Buah Kapal (ABK). Jaring bottom gill net dipasang tegak lurus terhadap arus sehingga nantinya akan dapat menghadang gerombolan ikan yang sebelumnya telah dipasangi rumpon, dan gerombolan ikan tertarik lalu mengumpul di sekitar rumpon maupun light fishing dan akhirnya tertangkap karena terjerat pada bagian operculum (penutup insang) atau dengan cara terpuntal.

§ Holling
Setelah dilakukan setting dan ikan yang telah terkumpul dirasa sudah cukup banyak, maka dilakukan holling dengan menarik jaring bottom gill net dari dasar perairan ke permukaan ( jaring ditarik keatas kapal ). Setelah semua hasil tangkap dan jaring ditarik ke atas kemudian baru dilakukan kegiatan penyortiran.

E. HAL – YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PENANGKAPAN

v FAKTOR LUAR :
1. Keadaan Musim ( cuaca )
Karena fishing ground atau daerah penangkapan merupakan daerah teluk, sehingga baik buruknya musim atau cuaca akan mempengaruhi keberhasilan suatu penangkapan.

2. Keberadaan Resources (sumberdaya ikan)

Makin banyak jumlah unit dari suatu alat tangkap, maka akan tejadi over fishing sehingga keberadaan resources akan terancam. Hal ini akan mengurangi jumlah penagkapan di suatu daerah penangkapan. Untuk mengatasinya maka dilakukan pembatasan ukuran mesh size gill net itu sendiri.

3. Teknik Penangkapan

Apabila salah dalam pengoperasian alat tangkap maka akan didapatkan hasil tangkapan (catch) yang minimum.

4. Market (Pemasaran)

Pemasaran atau market ke daerah konsumsi atau tujuan juga mempengaruhi keberhasilan suatu penangkapan.

v FAKTOR DALAM :

1. Bahan Jaring
Supaya ikan mudah dapat terjerat pada mata jaring, maka bahan jaring harus dibuat sebaik mungkin. Bahan atau twine yang paling banyak digunakan adalah yang terbuat dari syntetis. Twine yang dipergunakan hendaklah “lembut tidak kaku, pliancy, suppleness”. Dengan demikian maka twine yang digunakan adalah cotton, hennep, linen, amylan, nylon, kremona, dan lain-lain sebagainya, dimana twine ini mempunyai fibres

yang lembut. Bahan-bahan dari manila hennep, sisal, jerami dan lain-lain yang fibres-nya keras tidak digunakan. Untuk mendapatkan twine yang lembut, ditempuh cara yang antara lain dengan memperkecil diameter twine ataupun jumlah pilin per-satuan panjang dikurangi, ataupun bahan-bahan celup pemberi warna ditiadakan.

2. Ketegangan rentangan tubuh jarring

Yang dimaksud rentangan disini ialah baik rentangan ke arah lebar demikian pula rentangan ke arah panjang. Ketegangan rentangan ini, akan mengakibatkan terjadinya tension baik pada float line ataupun pada tubuh jaring. Dengan perkataan lain, jika jaring direntang terlalu tegang maka ikan akan sukar terjerat, dan ikan yang telah terjeratpun akan mudah lepas. Ketegangan rentangan tubuh jaring akan ditentukan terutama oleh bouyancy dari float, berat tubuh jaring, tali temali, sinking force dari sinker dan juga shortening yang digunakan.

3. Shortening atau shrinkage

Supaya ikan-ikan mudah terjerat (gilled) pada mata jaring dan juga supaya ikan-ikan tersebut setelah sekali terjerat pada jaring tidak akan mudah terlepas, maka pada jaring perlulah diberikan shortening yang cukup.
~        Tinggi Jaring Yang dimaksud dengan istilah tinggi jaring disini ialah jarak antara float line ke sinker line pada saat jaring tersebut terpasang di perairan. Jenis jaring yang tertangkapnya ikan secara gilled, lebih lebar jika dibandingkan dengan jaring yang tertangkapnya ikan secara entangled. Hal ini tergantung pada swimming layer dari pada jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan.

5. Mesh size

Dari percobaan-percobaan terdapat kecenderungan bahwa sesuatu mesh size mempunyai sifat untuk menjerat ikan hanya pada ikan-ikan yang besarnya tertentu batas-batasnya. Dengan perkataan lain, gill net akan bersikap selektif terhadap besar ukuran dari catch yang diperoleh. Oleh sebab itu untuk mendapatkan catch yang besar jumlahnya pada pada suatu fishing ground, hendaklah mesh size disesuaikan besarnya dengan besar badan ikan yang jumlahnya terbanyak pada fishing ground tersebut.

SUMBER BACAAN / DAFTAR PUSTAKA

·         Ayodhyoa,A.U. Fishing Methods. Bagian Penangkapan Ikan , Fakultas Perikanan IPB. Bogor. 1975.
·         Ayodhyoa,A.U. Metode Penangkapan Ikan. Fakiltas Perikanan IPB. Bogor. 1974
·         FAO Catalogue of Small Scale Fishing Gear. Published by arrangement with the
·         Food and Agriculture Organization of the United Nations by Fishing New .
·         Fisherman’s Manual. Published by World Fishing. London. 1976.
·         Klust,Gerhard. Bahan Jaring Untuk Alat Penangkap Ikan. Team Penerjemah BPPI Semarang. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang. 1987.
·         Nomura,Masatsune dan Tomeyoshi Yamazaki. Fishing Techniques (1). Japan International Cooperation Agency. Tokyo. 1977.
sumber info: rustadi64@gmail.com

alat tangkap payang
klasifikasi alat tangkap

http://perpustakaandinaskelautandanperikanan.blogspot.com/2011/05/alat-penangkapan-ikan-gill-net.html

alat tangkap payang

ALAT TANGKAP PAYANG

Alat Penangkapan Ikan Payang
Alat tangkap payang
 sebagian masyarakat nelayan di wilayah kabupaten Mukomuko mencari ikan di laut dengan menggunakan jaring, atau Gillnet, namun demikian ada juga beberapa Nelayan lainnya yang menangkap ikan dengan alat yang lain terutama seperti payang.
Payang adalah termasuk alat penangkap ikan yang sudah lama dikenal nelayan Indonesia. Payang adalah pukat kantong yang digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Kedua sayapnya berguna untuk menakut-nakuti atau mengejutkan serta menggiring ikan untuk masuk ke dalam kantong. Cara operasinya adalah dengan melingkari gerombolan ikan dan kemudian pukat kantong tersebut ditarik ke arah kapal.

Payang hampir dikenal di seluruh daerah perikanan laut Indonesia dengan nama yang berbeda-beda, antara lain: payang (Jakarta, Tegal, Pekalongan, Batang dan daerah lain di pantai utara Jawa), payang uras (Selat Bali dan sekitarnya), payang ronggeng (Bali Utara), payang gerut (Bawean), payang puger (daerah Puger), payang jabur (Padelengan/ Madura, Lampung), pukat nike (Gorontalo), pukat banting Aceh (Sumatera Utara, Aceh), pukat tengah (Sumatera Barat: Pariaman, Sungai Limau, Perairan Tiku), jala lompo (Kaltim, Sulsel), panja/pajala (Muna, Buton, Luwuk, Banggai), pukat buton (Air Tembaga, Gorontalo, Manokwari, Kupang, Kalabai, Kendari, Flores), jala uras (Sumbawa, Manggarai/Flores).

Konstruksi

Payang adalah pukat kantong lingkar yang secara garis besar terdiri dari bagian kantong (bag), badan/ perut (body/belly) dan kaki/ sayap (leg/wing). Namun ada juga pendapat yang membagi hanya menjadi 2 bagian, yaitu kantong dan kaki. Bagian kantong umumnya terdiri dari bagian-bagian kecil yang tiap bagian mempunyai nama sendiri-sendiri. Namun bagian-bagian ini untuk tiap daerah umumnya berbeda-beda sesuai daerah masing-masing.
Besar mata mulai dari ujung kantong sampai dengan ujung kaki berbeda-beda, bervariasi mulai dari 1 cm (atau kadang kurang) sampai ± 40 cm. Berbeda dengan jaring trawl di mana bagian bawah mulut jaring (bibir bawah/underlip) lebih menonjol ke belakang, maka untuk payang justru bagian atas mulut jaring (upperlip) yang menonjol ke belakang. Hal ini dikarenakan payang tersebut umumnya digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagik yang biasanya hidup dibagian lapisan atas air atau kurang Iebih demikian dan mempunyai sifat cenderung lari ke lapisan bawah bila telah terkurung jaring. Oleh karena bagian bawah mulut jaring lebih menonjol ke depan maka kesempatan lolos menjadi terhalang dan akhirnya masuk ke dalam kantong jaring.
Pada bagian bawah kaki/sayap dan mulut jaring diberi pemberat. Sedangkan bagian atas pada jarak tertentu diberi pelampung. Pelampung yang berukuran paling besar ditempatkan di bagian tengah dan mulut jaring. Pada kedua ujung depan kaki/sayap disambung dengan tali panjang yang umumnya disebut tali selambar (tali hela/tali tarik).

Metode pengoperasian

Penangkapan dengan jaring payang dapat dilakukan baik pada malam maupun siang hari. Untuk malam hari terutama pada hari-hari gelap (tidak dalam keadaan terang bulan) dengan menggunakan alat bantu lampu petromaks (kerosene pressure lamp). Sedang penangkapan yang dilakukan pada siang hari menggunakan alat bantu rumpon/payaos (fish aggregating device) atau kadang kala tanpa alat bantu rumpon, yaitu dengan cara menduga-duga ditempat yang dikira banyak ikan atau mencari gerombolan ikan. Kalau gerombolan ikan yang diburu tadi kebetulan tongkol dalam penangkapan ini disebut oyokan tongkol. Penggunaan rumpon untuk alat bantu penangkapan dengan payang meliputi 95% lebih.
Penangkapan dengan payang dan sejenisnya ini dapat dilakukan baik dengan perahu layar maupun dengan kapal motor. Penggunaan tenaga berkisar antara 6 orang untuk payang berukuran kecil dan 16 orang untuk payang besar.

Daerah penangkapan
Daerah penangkapan dan payang ini pada perairan yang tidak terlalu jauh dan pantai atau daerah subur yang tidak terdapat karang. Hasil tangkapan terutama jenis-jenis pelagik kecil (layang, solar, kembung, lemuru, tembang japuh dan lain-lain). Hasil tangkapan sangat tergantung keadaan daerah dan banyak sedikitnya ikan yang berkumpul disekitar rumpon.

Musim penangkapan
Musim penangkapan dan payang ini sepanjang tahun, kecuali pada saat-saat tertentu di mana cuaca tidak memungkinkan seperti pada saat musim barat.

Pemeliharaan alat
Pemeliharaan alat tangkap sebaiknya setelah alat dipakai dicuci dengan air tawar, bagian yang rusak diperbaiki, dikeringkan di tempat yang tidak kena sinar matahari secara langsung dan disimpan ditempat yang bersih.

Pengadaan alat dan bahan jaring
Alat dan bahan jaring bisa diperoleh di semua toko penlengkapan nelayan di lokasi terdekat atau bisa dipesan dan pabnik janing “PT. Anida” di Cirebon atau “PT Indoneptun” di Ranca Ekek Bandung. Payang termasuk alat yang produktifitasnya tinggi dan dikenal hampir diseluruh daerah perikanan laut Indonesia, namun yang paling banyak adalah di pantai utara Jawa termasuk Madura, Sulawesi Selatan dan Tenggara.

Kisaran harga satuan peralatan
untuk wilayah kabupaten Mukomuko memang belum begitu ada perusahaan khusus yang menjual jenis alat tangkap tersebut, karena kebiasaan masyarakat di sekitarnya untuk pengadaan alat tangkap payang biasa membuat secara royongan , namun demikian  kisaran modal untuk pembuatan alat tersebut masih hampir sama kurang lebihnya dan tidak terlalu jauh .tapi sebagai informasi dari Dit.PKP Kisaran harga 1 unit alat tangkap payang Rp. 5,000,000-Rp. 7,000,000.-. Kisaran harga kapal termasuk mesin Rp. 15,000,000-20,000,000.-.

Sumber : Dit PMP, DKP
Kontak : Departemen Kelautan dan Perikanan
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Lantai 9 Tel. (021)3519070 (Hunting) Fax. (021) 3522560 Jakarta

DKPMM,Bidang Tangkap

http://perpustakaandinaskelautandanperikanan.blogspot.com/2011/05/alat-tangkap-payang.html

JENIS USAHA BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

JENIS USAHA BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

Definisi Perikanan
1.     Perikanan: merupakan semua kegiatan yang berkaitan dengan ikan, termasuk memproduksi ikan, baik melalui penangkapan (perikanan tangkap) maupun budidaya dan/ atau mengolahnya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan pangan sebagai sumber protein dan nonpangan (pariwisata, ikan hias,dll).
2.    Ruang lingkup kegiatan usaha perikanan tidak hanya memproduksi ikan saja (on farm), tetapi juga mencakup kegiatan off farm, seperti pengadaan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, pemasaran, pemodalan, riset dan pengembangan, perundang-undangan, serta faktor usaha pendukung lainnya.
Jenis Usaha Perikanan
·         Penangkapan
·         Budidaya
·         Pengolahan

PENANGKAPAN
Definisi
*        Penangkapan : kegiatan memproduksi ikan dengan menangkap (capture) dari perairan di daratan (inland capture) seperti sungai, danau, waduk dan rawa, serta perairan laut (marine capture) seperti perairan pantai dan laut lepas.
*        Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/ atau mengawetkannya. (UU tentang Perikanan, thn 2004)
*        Penangkapan (fishing) adalah usaha melakukan penangkapan ataupun pengumpulan ikan dan jenis-jenis aquatic resources lainnya, dengan dasar pemikiran bahwa ikan dan aquatic resources tersebut mempunyai nilai ekonomi. (Sudirman & Achmar Mallawa, Teknik Penangkapan Ikan, 2004)
*        Sekitar 100.000 tahun yang lalu manusia telah melakukan kegiatan penangkapan dengan menggunakan tangan
*        Kemudian berkembang secara berlahan dengan menggunakan alat yang sangat tradisional, yang terbuat dari berbagai jenis bahan seperti batu, kayu, tulang dan tanduk
*        Seiring perkembangan kebudayaan, manusia mulai bisa membuat perahu sampan
*        Setelah ditemukannya mesin uap pada thn 1769, maka penangkapan ikan ikut terpengaruh perkembangannya
*        Mesin-mesin tersebut tidak hanya digunakan untuk menggerakkan kapal, tetapi juga untuk menarik jenis alat tangkap seperti jaring dan long line
Sejarah Pemanfaatan SDI
A.Berburu menangkap/mencari ikan
            Tujuan: hanya untuk makan keluarga (subsistance type of fisheries)
B. Pembudidayaan ikan
            Tujuan: dikomersialkan (commercial type of fisheries)
C. Mengembangkan usaha perikanan yang bersifat Komersial:
            menangkap ikan, budidaya ikan, menyimpan, mendinginkan, mengawetkan atau pengolahan
Perkembangan Teknik Penangkapan ikan:
1.     Perubahan usaha penangkapan dari seekor demi seekor ke arah usaha penangkapan dalam jumlah yang banyak. Misal: hand line à long line
2.    Perubahan dari fishing ground ke arah yang lebih jauh dari pantai, sehingga terjadi pula perubahan dari depth perairan (dari perairan dangkal ke perairan yang lebih dalam). Misal: adanya kapal penangkap ikan yang mampu menjangkau ratusan mil.
3.    Penggantian tenaga manusia dengan tenaga mesin.
Ketiga hal diatas menunjukkan perkembangan from tradisional fishing to industrial fishing.

Klasifikasi Teknik Penangkapan Ikan

Menurut statistic perikanan Indonesia (1975)
*        Trawl (trawl udang ganda, otter trawl, dan trawl lainnya)
*        Pukat kantong (seine nets). Missal: payang, dogol, dan pukat pantai
*        Pukat cincin (purse seine)
*        Jaring insang (gill net). Missal: jaring insang hanyut, dsb.
*        Jaring angkat (lift net). Missal: bagan
*        Pancing (hook and lines). Missal: rawai tuna, pole and line,dsb.
*        Perangkap (traps). Missal: sero, bubu, dsb.
*        Alat pengumpul kerang dan rumput laut (shell fish and seaweed collection with manual gear)
*        Muroami
*        10. Alat tangkap lainnya misalnya tombak.

Menurut Nomura dan Yamazaki (1975)

•          Nomura dan Yamazaki mengklasifikasikan alat penangkapan ikan menjadi 9 jenis, 7 golongan alat tangkap dikategorikan menggunakan jaring, 1 golongan pancing dan 1 golongan alat tangkap lainnya.
a. Alat tangkap yang memakai jaring (netting gear)
~        Gill net yaitu semua jenis jaring (surface gill net, mid water gill net, bottom gill net, dan sweeping gill net)
~        Entangle net yaitu jaring yang menangkap ikan secara terbelit seperti tuna drift net dan tramel net.
~        Towing net yaitu kelompok jaring yang dalam operasinya ditarik atau di dorong dan berkantong. Missal: beach seine, cantrang, trawl
~        Lift net yaitu semua jenis jaring angkat. Missal: floating lift net, bottom lift net.
~        Surrounding net yaitu menangkap ikan dengan melingkari gerombolan ikan dan ikan masuk ke kantong. Missal: purse seine.
~        Covering net yaitu menangkap ikan dengan menutup dari atas, umumnya dioperasikan di perairan dangkal.missal: jala lempar.
~        Trap net yaitu menangkap ikan dengan perangkap.missal: bubu, sero.
b. Alat tangkap pancing
–        Semua jenis alat tangkap pancing. Missal: long line, pole and line, trolling line, drift line, bottom long line.
c. Alat penangkapan lainnya
§  Alat tangkap yang tidak termasuk dalam kelompok alat tangkap di atas. Missal: harpoons dan spears (menggunakan panah dan tombak), menggunakan skop,  electrical fishing, dll.
§  Surrounding net yaitu menangkap ikan dengan melingkari gerombolan ikan dan ikan masuk ke kantong. Missal: purse seine.
§  Covering net yaitu menangkap ikan dengan menutup dari atas, umumnya dioperasikan di perairan dangkal.missal: jala lempar.
§  Trap net yaitu menangkap ikan dengan perangkap.missal: bubu, sero.
b. Alat tangkap pancing
¯  Semua jenis alat tangkap pancing. Missal: long line, pole and line, trolling line, drift line, bottom long line.
c. Alat penangkapan lainnya
¯  Alat tangkap yang tidak termasuk dalam kelompok alat tangkap di atas. Missal: harpoons dan spears (menggunakan panah dan tombak), menggunakan skop,  electrical fishing, dll.

Menurut Von Brandt (1984)

¯  Penangkapan ikan dengan tidak menggunakan alat (mis. Menangkap dengan menggunakan tangan secara langsung)
¯  penangkapan ikan dengan menjepit dan menggunakan alat untuk melukai (mis. Dengan tombak)
¯  penangkapan ikan dengan memabukkan. (bisa dengan pemboman, racun, dan arus listrik)
¯  penangkapan ikan dengan menggunakan pancing (semua jenis pancing)
¯  penangkapan ikan dengan menggunakan perangkap (mis. Sero, bubu)
¯  Penangkapan ikan dengan menggunakan perangkap terapung (utk menangkap ikan-ikan yg sedang melompat)
¯  Bagnets (mis. Scoop net)
¯  penangkapan dengan menarik alat tangkap (mis. Jenis-jenis trawl)
¯  Seine nets yaitu alat tangkap yg menggunakan sayap kemudian ditarik (pukat pantai)
¯  Surrounding nets yaitu alat tangkap yang melingkari gerombolan ikan dengan menutup pada bagian tepi dan bagian bawah jaring (mis. Purse seine)
¯  Drive in nets (biasanya alat tangkapnya skala kecil, mis jaring yg ditarik dengan tangan utk menangkap ikan)
¯  Lift nets yaitu semua jenis jaring angkat (mis. Bagan)
¯  Falling gear yaitu alat tangkap yg cara penangkapannya dilakukan dengan membuang alat dari atas ke bawah (mis. Jala lempar)
¯  Gill net yaitu semua jenis jaring insang (mis. Jaring insang hanyut)
¯  Tangle nets yaitu penangkapan dengan alat tangkap jaring, dengan maksud agar ikan terbelit, mis. Jaring klitik
¯  Harvesting machinnes yaitu semua jenis alat tangkap yg disebutkan di atas yang semua penanganannya dengan mesin.

LIGHT FISHING

A. Definisi
¯  Definisi: penangkapan ikan dengan menggunakan alat bantu cahaya.
¯  Fungsi cahaya à untuk mengumpulkan ikan dalam suatu areal penangkapan.
B. Penyebab tertariknya ikan oleh cahaya
–          Ikan tertarik oleh cahaya melalui penglihatan (mata) dan rangsangan melalui otak.
–          Peristiwa tertariknya ikan pada cahaya disebut “phototaxis”, umumnya ikan pelagis dan sedikit ikan demersal.
–          Ikan-ikan yang tidak tertarik oleh cahaya/menjauhi disebut “fotophobi”

Beberapa alasan mengapa ikan tertarik pada cahaya:

1. penyesuaian intensitas cahaya dengan kemampuan mata ikan untuk menerima cahaya.
¯  cahaya yang masuk ke mata ikan akan diteruskanke otaak baagian Cone dan Rod
¯  kemampuan ikan untuk tertarik pada sumber cahaya berbeda-beda. Ada yang senang degan intensitas yang rendah, tinggi dan ada yang rendah – tinggi.
¯  Sensitifitas mata ikan laut pad umumnya tinggi dan tingkat sensitifitasnya 100 x mata manusia. Oleh sebab itu ikan dapat mengindera mangsanya dari kejauhan 100 m.
2. adanya cahaya merupakan suatu indikasi adanya makanan
Prinsip Light Fishing dan Peristiwa Tertariknya ikan
light fishing à pemanfaatan dari behaviour ikan.
Peristiwa tertariknya ikan pada cahaya dapt di bagi dua:
1. Peristiwa langsung
¯  ikan tertarik oleh cahaya lalu berkumpul
¯  ex: Sardinella, kembung, layang
2. Peristiwa tidak langsung
¯  karena ada cahaya maka plankton, ikan-ikan kecil dan sebagianya berkumpul.
¯  ex: tenggiri, cendro

Sumber dan Letak Cahaya

> Sumber Cahaya: Obor à lampu strongkin à gas karbit à listrik
> Letak cahaya:
1.     di atas permukaan air (surface lamp)
2.    di dalam air (under water lamp)
Persyaratan dalam Light Fishing
a. Persyaratan lingkungan
– yang utama adalah malam harus gelap, karena light fishing hanya efektif pada bulan gelap.
– air sebaiknya jernih atau tidak terlalu keruh
– cuaca dalam keadaan baik dan arus tidak terlalu kencang
b. Persyaratan penangkapan
– cahaya harus mampu menarik ikan pada jarak yg jauh baik secara vertikal maupun horisontal
– ikan-ikan tsb hendaklah ke sekitar sumber cahaya yg masih berada pada areal penangkapan
– sekali ikan berkumpul, hendaklah ikan-ikan tsb jangan melarikan diri atau menyebarkan diri

Jenis alat tangkap yang menggunakan alat bantu cahaya

– bagan tancap
– purse seine

Faktor yang mempengaruhi penangkapan

¯  Penangkapan berkaitan dengan stok ikan di suatu perairan
¯  Faktor yang mempengaruhi stok ikan:
o   reproduksi
o   pertumbuhan alamiah
o   aktivitas penangkapan
o   kematian alamiah
¯  Faktor yang sangat mempengaruhi penangkapan adalah musim, sehingga dikenal musim ikan dan musim paceklik
¯  Salah satu penyebab berkurangnya stok ikan di perairan disebabkan oleh upaya penangkapan dengan produksi yang telah melampaui MSY (Maximum Sustainable Yield)
¯  MSY : biomassa ikan yang masih boleh ditangkap sehingga stok ikan yang tertinggal di perairan tersebut masih memungkinkan untuk berkembang biak dan tumbuh secara normal.
¯  Dalam MSY terjadi keseimbangan antara penangkapan dan kematian alami ikan dengan reproduksi  dan pertumbuhan alami sehingga stok ikan selalu tersedia
¯  Aktivitas penangkapan dengan hasil tangkapan ikan yang telah melampaui MSY disebut tangkap lebih (overfishing).

Daerah operasi penangkapan di Indonesia

 

Diposkan oleh DKPMM,Bidang Tangkap

http://dbidang.blogspot.com/2011/07/bidang.html

One Men One Thousand Fries

One Men One Thousand Fries

Permasalahan penurunan stok dan produksi ikan di berbagai kawasan perairan sudah menjadi isu global sejak beberapa dekade terakhir. Secara empiris penurunan stok ikan yang terjadi merupakan fungsi dari pertumbuhan, rekruitmen, mortalitas alami dan penangkapan, serta pengaruh antropogenik lainnya. Menurut FAO (2005), sekitar 3% sumberdaya perikanan dunia berada pada tingkat eksploitasi optimum, 23% pada tingkat eksploitasi moderat, 52% pada tingkat eksploitasi penuh, 16% sudah pada tingkat melampaui batas optimum produksi, 5% pada tingkat penurunan produksi secara terus menerus (status deplesi) dan hanya 1% pada tingkat dalam proses pemulihan melalui program konservasi. Dengan kata lain bahwa sumberdaya perikanan yang masih dapat dimanfaatkan di bawah tingkat optimum hanya sebesar 26%, dan sisanya 74% sudah dimanfaatkan secara berlebihan. Secara regional, jenis ikan-ikan ekonomis penting seperti bigeye tuna (Thunnus obesus) , yellowfin tuna (Thunnus albacores) dan swordfish (Xiphias gladius) sudah berstatus fully exploited , dan mengarah pada over exploited sejak tahun 2005.

Indonesia memiliki perairan laut seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan teritorial dan kepulauan seluas 3,1 juta km2 dan perairan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km2. Kawasan perairan laut tersebut diperkirakan menyimpan potensi sumberdaya ikan sebesar 6,4 juta ton per tahun. Upaya eksploitasi secara berlebihan dan degradasi lingkungan dan habitat ikan di laut telah menyebabkan menurunnya ketersediaan sumberdaya ikan. Berdasarkan Kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan (2006), terdapat indikasi over-exploited untuk beberapa kelompok jenis ikan tertentu di beberapa WPP perairan laut di Indonesia (Permen MKP Nomor 01/2009 tentang WPP, perairan laut dibagi menjadi 11 WPP). Selain itu, terdapat kecenderungan beberapa kelompok ikan telah berada pada status fully-exploited yang mengarah ke over-exploited.

Untuk perairan umum daratan dengan luas perairan yang dapat dimanfaatkan untuk usaha perikanan tangkap sekitar 13,85 juta Ha dengan potensi sumberdaya ikan sebesar 3,03 juta ton per tahun, beberapa jenis ikan tertentu ada yang mengalami penurunan produksi bahkan sudah mengalami tekanan eksploitasi penangkapan. Di sisi lain masih banyak jenis ikan perairan umum yang masih belum dimanfaatkan secara optimal artinya masih dibawah pemanfaatan yang berkelanjutan. Fenomenanya hampir sama dengan perairan laut, bahwa penurunan sumberdaya ikan di perairan umum daratan selain eksploitasi yang berlebih juga daya dukung perairan tersebut menurun akibat kerusakan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut diatas, selain aktifitas penangkapan dikelola dengan baik, juga upaya rehabilitasi atau pemulihan kondisi sumberdaya ikan dan lingkungannya di laut maupun perairan umum daratan menjadi sangat penting, untuk mendukung dan menjamin terwujudnya pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan sebagaimana diamanatkan pada Tata Laksana Perikanan yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries/CCRF).

One Man One Thousand Fries merupakan gerakan yang diinisiasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam rangka kesadaran masyarakat perikanan dalam pengkayan stok ikan (fish stock enhancement) sebagai upaya melestarikan sumberdaya ikan melalui penebaran benih ikan di perairan umum daratan dan laut. Pengkayaaan stok ikan merupakan alat (tools) pengelolaan sumberdaya ikan dan sekarang cenderung lebih banyak dilakukan karena merupakan suatu teknik manipulasi stok untuk meningkatkan populasi ikan sehingga total hasil tangkapan atau hasil tangkapan jenis ikan tertentu meningkat (FAO, 1997; 1999; Welcomme and Bartley, 1998). Upaya ini dilakukan di perairan yang produktifitas alaminya tinggi tetapi rekruitmen alaminya terbatas (Lorenzen et al., 2001). Sebagai contoh keberhasilan pengkayaan stok ikan melalui kegiatan penebaran telah dilakukan oleh beberapa Negara antara lain Jepang, Norwegia, Australia dan Kanada. Keberlanjutan program One Man One Thousand Fries ini tidak semata-mata merupakan tanggung jawab pemerintah melainkan tanggung jawab bersama (masyarakat) untuk itu diperlukan dukungan dan kerjasama yang baik. Agar program One Man One Thousand Fries dapat dilaksanakan dan berhasil dengan baik, maka perlu disusun suatu Pedoman Pelaksanaan sebagai acuan bagi stakeholders terkait.

Sumber: http://www.sdi.kkp.go.id/oneMen.php

http://dbidang.blogspot.com/

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir berbasis komoditas lokal

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR BERBASIS KOMODITAS LOKAL

Sebagaimana telah diamanatkan oleh Deklarasi Rio dan Agenda 21, pengelolaan sumberdaya alam berbasis komunitas merupakan salah satu strategi pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam. Selain itu strategi ini dapat membawa efek positif secara ekologi dan dan sosial. Pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal sangatlah tepat diterapkan di indonesia, selain karena efeknya yang positif juga mengingat komunitas lokal di Indonesia memiliki keterikatan yang kuat dengan daerahnya sehingga pengelolaan yang dilakukan akan diusahakan demi kebaikan daerahnya dan tidak sebaliknya.

Pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis komunitas ini bukanlah sesuatu yang baru bagi masyarakat Indonesia. Sejak dahulu, komunitas lokal di Indonesia memiliki suatu mekanisme dan aturan yang melembaga sebagai aturan yang hidup di masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam termasuk di dalamnya sumberdaya kelautan. Hukum tidak tertulis ini tidak saja mengatur mengenai aspek ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya kelautan, namun juga mencakup aspek pelestarian lingkungan dan penyelesaian sengketa(Weinstock 1983; Dove 1986, 1990, 1993; Ellen 1985; Thorburn 2000).

Namun demikian, sejak dicapainya kemerdekaan Indonesia, kecenderungan yang terjadi adalah sentralisasi kekuasaan. Sejak orde lama sampai berakhirnya orde baru, pemerintah pusat begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktivitas negara. Dominasi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan eksistensi daerah sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan dinamika sosial budaya tersendiri, keadaan ini dalam jangka waktu yang panjang mengakibatkan ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya mematikan kreasi dan inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnya.

Setelah reformasi tahun 1998, roda pelaksanaan desentralisasi mulai bergulir berlandaskan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 pada tahun 2001. Pada tahun 2004, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 diberlakukan untuk mengatur pelaksanaan desentralisasi di Indonesia.

Pelaksanaan desentralisasi mempunyai dua efek yang sangat berlawanan terhadap pengelolaan sumber daya kelautan tergantung dari pendekatan dan penerapannya. Desentralisasi akan mengarah pada over eksploitasi dan kerusakan tanpa adanya pendekatan yang baik, namun sebaliknya dapat memaksimalkan potensi sumberdaya kelautan dengan tetap mengindahkan aspek kelestarian dan kelangsungan. prasyarat diperlukan demi tercapainya pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal.

Kewenangan pemerintah daerah untuk melakukan pengelolaan sumberdaya kelautan dan terdapatnya akuntabilitas otoritas lokal merupakan prasyarat utama demi tercapainya pengelolaan sumberdaya kelautan dalam kerangka pelaksanaan desentralisasi (Ribbot 2002).

Prasyarat pertama yaitu terdapatnya kewenangan pemerintah daerah dalam hal pengelolaan sumberdaya kelautan. Kewenangan ini terdapat dalam bentuk kekuatan hukum dalam pasal 18 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa daerah memiliki kewenangan pengelolaan sumberdaya kelautan. Ketentuan hukum ini merupakan dasar yuridis yang kuat bagi pemerintah daerah dan komunitas lokal untuk mengupayakan pengelolaan yang disesuaikan dengan kepentingan dan kondisi lokal. Terlebih perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan tersebut berbentuk Undang-Undang yang menurut hirarki perundang-undangan di Indonesia berdasar UU No. 10 Tahun 2004 merupakan peraturan perundang-undangan tertinggi setelah UUD 1945. Sehingga kekhawatiran akan dibatasinya kewenangan daerah berdasar Peraturan Pemerintah tidaklah beralasan.

Kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya kelautan ini ada pada wilayah laut sejauh 12 mil diukur dari garis pantai terluar bagi pemerintah daerah provinsi dan 1/3 dari wilayah laut kewenangan pemerintah daerah provinsi bagi pemerintah kabupaten/kota. Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, maka kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud.

Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota ini tidak berlaku bagi penangkapan ikan oleh nelayan kecil dalam arti bahwa kewenangan yang diberikan kepada tiap daerah tidak akan membatasi usaha nelayan kecil dalam mencari penghidupan. Ketentuan ini diharapkan dapat menghilangkan praktek-praktek pelarangan bagi nelayan kecil memasuki dan menangkap ikan di wilayah laut daerah tertentu seperti yang terjadi pada awal pelaksanaan desentralisasi di Indonesia.

Prasyarat kedua adalah akuntabilitas otoritas lokal terhadap komunitas lokal. Akuntabilitas dari otoritas lokal memegang peranan penting dalam hal ini. Tidak ada otoritas lokal yang mempunyai akuntabilitas yang sempurna, namun demikian akuntabilitas yang kuat dari otoritas lokal merupakan prasyarat keberhasilan pengelolaan sumberdaya kelautan yang berintikan komunitas lokal.

Ketika Dewan Perwakilan Rakyat Daerah lebih memihak pada kepentingan partai politiknya dan melupakan konstituennya, sementara itu kepala daerah baik gubernur maupun bupati lebih memperhatikan kepentingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai lembaga yang memilihnya daripada aspirasi komunitas lokal, yang terjadi adalah munculnya elit lokal yang melupakan masyarakatnya. Akibat yang terjadi terhadap pengelolaan sumberdaya alam termasuk sumberdaya kelautan adalah Praktek ini terjadi pada pelaksanaan desentralisasi berdasar UU No. 22 Tahun 1999 dimana kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan sistem pemilu bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah lebih mendekatkan anggota DPRD kepada partai politiknya.

Akuntabilitas lokal mulai menguat setelah pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004. Proses ini secara langsung mendekatkan kepala daerah kepada pemilihnya untuk menjamin terpilihnya ia kembali pada masa yang akan datang. Hal ini merupakan titik terang dalam penguatan akuntabilitas otoritas lokal. Di tengah kritik-kritik terhadap UU No. 32 Tahun 2004 sebagai upaya re-sentralisasi pemerintah pusat, UU ini memiliki kekuatan utama penunjang keberhasilan pelaksanaan desentralisasi dan pengelolaan sumber daya kelautan berbasis komunitas lokal yaitu penguatan akuntabilitas pemerintah daerah.

Dengan dua pondasi utama dalam yaitu penyerahan kewenangan pengelolaan sumberdaya kelautan kepada pemerintah daerah dan terciptanya akuntabilitas otoritas lokal, pelaksanaan desentralisasi akan mendorong terwujudnya pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis masyarakat di Indonesia.

Reference

Dove, M. (1986) “The practical reason for weeds in Indonesia: peasant vs. state views of Im-perata and Chromolaena,” Human Ecology 14(2): 163-90.

–, ed. (1990) The real and imagined role of culture in development: case studies from Indonesia. Honolulu: University of Hawaii Press.

– (1993) “Smallholder rubber and swidden agriculture in Borneo: a sustainable adaptation to the ecology and economy of the tropical rainforest,” Economic Botany 47(2): 136-47.

Ellen, R.F. (1985) Patterns of indigenous timber extraction from Moluccan rain forest fringes. Journal of Biogeography (12): 559-87.

Ribbot, Jesse C. (2002) Democratic Decentralization of Natural Resources: Institutionalizaing Popular Participation. World Resorces Intitute.

Thorburn, C.C. (2000) “Changing customary marine resource management practice and institutions: the case of Sasi Lola in the Kei Islands, Indonesia,” World Development 28(8): 1461-1480.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.

Ditulis dalam Decentralization, Public Policy

http://sumberdayakelautandanperikanan.blogspot.com/2011/07/desentralisasi-menuju-pengelolaan.html

MENGENAL PUKAT PANTAI

PUKAT PANTAI

oleh: Rustadi.Mukomuko
PENDAHULUAN
1.Definisi Alat Tangkap Pukat Pantai
Pukat pantai atau beach seine adalah salah satu jenis alat tangkap yang masih tergolong kedalam jenis alat tangkap pukat tepi. Dalam arti sempit pukat pantai yang dimaksudkan tidak lain adalah suatu alat tangkap yang bentuknya seperti payang, yaitu berkantong dan bersayap atau kaki yang dalam operasi penangkapanya yaitu setelah jaring dilingkarkan pada sasaran kemudian dengan tali panjang (tali hela) ditarik menelusuri dasar perairan dan pada akhir penangkapan hasilnya didaratkan ke pantai. Pukat pantai juga sering disebut dengan krakat. Di beberapa daerah di jawa juga dikenal dengan nama “puket”, “krikit”, dan atau “kikis”.
1. Sejarah Alat Tangkap Pukat Pantai
Daerah penyebaran alat tangkap pukat panta terdapat hampir di seluruh daerah perikanan laut Indonesia, walaupun di tiap daerah punya nama dan ciri tersendiri, namun hal ini pada dasarnya hanya bertujuan untuk memudahkan pengenalan alat tangkap ini di masing-masing daerah. Misalnya alat tangkap pukat pantai yang beroperasi di teluk Segara Wedi yang labih dikenal dengan krakat prigi karena terdapat di perairan prigi kabupaten Trenggalek Jawa Timur. Krakat ini sudah digunakan untuk menangkap ikan sejak jaman belanda atau sekitar tahun 30-an. Pada masa itu harga bahannya masih relative mahal, oleh karena itu baru para pegawai pemerintah Hindia Belanda saja yang memiliki. Sedangkan bahan untuk membuatnya pun masih sederhana, alat ini pada masa itu terbuat dari benang kapas dicampur dengan getah bakau pada bagian jaringnya, dan tali penarik terbuat dari penjalin dengan daya awet alat yang hanya dapat mencapai kurang labih selama 2 tahun.
Daerah penangkapan yang bertambah luas dan jauh jaraknya disebabkan dengan adanya persaingan dengan alat tangkap pukat cincin dan payang yang beroperasi di perairan yang sama sehingga jumlah ikan menjadi terbatas. Selain itu derasnya erosi di wilayah pesisir karena kurangnya pelindung menyebabkan perairan pantai terdekat menjadi dangkal.
Bagian pelampung pada pukat pantai pada masa pemerintahan Hindia Belanda itu masih terbuat dari kayu dan pemberatnya dari batu dan tanah liat yang dibakar, tatapi sekarang sudah berkembang menjadi bahan sintetis karena lebih awet dan mudah perawatanya. Jumlah pemilik pukat pantai dan nelayan buruh yang mengoperasikan juga bertambah banyak dan terus berkembang.

1.Prospektif Alat Tangkap Pukat Pantai
Dalam perkembanganya pukat pantai terus mengalami kemajuan baik dalam hal distribusinya maupun bentuknya. Walaupun di masing-masing daerah munkin akan mempunyai nama yang berbeda-beda dan mengalami perubahan sesuai dengan keinginan penduduk setempat. Penggunaan tenaga kerja yang cukup banyak sekitar 36 orang merupakan ciri positif dari pukat pantai bila dikaitkan dengan lapangan kerja dan perluasan kesempatan kerja. Mereka biasanya tidak dituntut untuk memiliki ketrampilan tertentu kecuali tenaga yang cukup untukmenarik jarring. Meskipun tergolong dalam alat tangkap tradisional namun pukat pantai termasuk dalam alat tangkap tradisional penting yang dapat memberikan hasil tangkap yang cukup baik. Menurut data statistik perikanan tahun 1986 jumlah pukat tapi mencapai 9.740 unit dengan jumlah seluruh alat penangkap 452.845 unit dan dengan jumlah produksi mencapai 75.363 ton. Daerah penyebaranya hampir terdapat di seluruh daerah perikanan laut Indonesia. Hal tersebut dapat menunjukkan perkembangan dari alat tangkap pukat pantai yang cukup baik.
KONSTRUKSI ALAT TANGKAP
1.Konstruksi Umum Alat Tangkap Pukat Pantai
Pada prinsipnya krakat atau pukat pantai terdiri dari bagian bagian seperti : kantong, sayap atau kaki dan tali panjang (slambar, hauling line). Bagian kantong berbentuk kerucut, bisa dibuat dari bahan waring, katunmaupun bahan sintetis seperti waring karuna, nilon, dan bahan dari plastik. Pada mulut di kantong kanan-kirinya dihubungkan dengan kaki atau sayap, sedang pada bagian ujung belakang yang disebut ekor diberi tali yang dapat dengan mudah dibuka dan diikatkan untuk mengeluarkan hasil tangkapn. Bagian kaki atau sayap dibuat dari bahan benang katun atau bahan sintetis lainnya. Besar mata bagian kaki bervariasi mulai dari 6,5 cm pada ujung depan dan mengecil pada bagian pangkalnya. Pada bagian ujung depan kaki diberi atau dihubungkan dengan kayu cengkal (brail or preader). Pada tiap ujung kaki, yaitu pada ris atas dan bawah diikatkan tali yang telah diikatkan pada kayu cengkal kemudian disambungkan dengan tali hela (tali slambar, hauling line) yang panjang dan dapat dibuat menurut kebutuhan. Pada bagian atas mulut dan kaki diikatkan pelampung. Ada tiga macam pelampung yang sering digunakan yaitu: pelampung raja, pelampung biasa dan pelampung. Sedangkan pada ris bawah diikatkan dua macam pemberat yaitu dari timah dan pemberat dari rantai besi yang jarak antara satu dengan yang lainnya saling berjauhan.
1.Detail Konstruksi Alat Tangkap Pukat Pantai
Pukat pantai terdiri dari tiga bagian penting yaitu kantong (bag), badan (shoulder) dan sayap (wings). Masing-masing bagian masih terdiri atas beberapa sub bagian lagi.
1. Sayap (Wings)
Sayap merupakan perpanjangan dari bahan jaring, berjumlah sepasang terletak pada masing-masing sisi jarring. Masing-masing sayap terdiri atas:
1.Ajuk-ajuk, yang berada di ujung depan dan biasanya terbuat dari polyethyline
2.Gembungan, yang terdapat di tengah dan biasanya juga terbuat dari polyethyline.
3. Clangap, yang berada di dekat badan dan biasanya juga terbuat dari polyethyline atau bahan sintetis lainnya.
2. Kantong (Bag)
Kantong berfungsi sebagai tampat ikan hasil tangkapan, berbentuk kerucut pada ujungnya diikat sebuah tali sehingga ikan-ikan tidak lolos. Biasanya masih dibantu dengan kebo kaos untuk membantu menampung hasil tangkapan. Kantong terdiri atas bagian-bagian yang mempunyai ukuran mata yang berbeda-beda. Kantong terdiri dari dua bagian, pada umumnya bagian depan berukuran mata sekitar 14 mm, berjumlah sekitar 290 dan panjang sekitar 2,20 m. Bagian belakang kira kira memiliki ukuran mata 13 mm, dengan jumlah sekitar 770, dan panjang sekitar 4 m.
3. Badan (Shoulder)
Bagian badan jarring terletak di tengah-tengah antara kantong dan kedua sayap. Berbentuk bulat panjang berfungsi untuk melingkupi ikan yang sudah terperangkap agar masuk ke kantong. Badan terdiri atas bagian depan yang mempunyai ukuran mata yang lebih kecil daripada bagian belakang dan dengan panjang serta jumlah mata yang lebih banyak daripada bagian belakang.
Kedudukan pukat pantai di perairan sangat ditentukan oleh keberadaan pelampung dan pemberat pukat pantai.
1. PEMBERAT (SINKER)
Pemasangan pemberat pada umumnya ditempatkan pada bagian bawah alat tangkap. Fungsinya agar bagian-bagian yang dipasangi pemberat ini cepat tenggelam dan tetap pada posisinya meskipun mendapat pengaruh dari arus serta membantu membuka mulut jaring kearah bawah.
2. PELAMPUNG (FLOATS)
Sesuai dengan namanya fungsi pelampung digunakan untuk memberi daya apung atau untuk mengapungkan dan merentangkan sayap serta membuka mulut jarring ke atas pada alat tangkap pukat pantai.
Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas pukat pantai juga menggunakan tali temali. Tali tamali yang terdapat dalam pukat pantai ada tiga jenis, yaitu:
1. Tali Penarik (Warps) dan Tali Goci (Bridles)
Terletak pada dua ujung sayap, berfungsi untuk menarik jaring pukat pantai pada setiap operasi penangkapan. Tali ini ditarik dari pantai oleh nelayan dengan masing-masing sayap ditarik oleh sekitar 13 nelayan atau tergantung dengan panjang dan besarnya pukat pantai.
2. Tali Ris Atas (Lines)
Berfungsi sebagai tempat untuk melekatnya jaring pada bagian atas dan pelampung. Tali ini terletak pada kedua sayap
3. Tali Ris Bawah (Ground Rope)
Tali ini berfungsi sebagai tempat melekatnya jaring pada bagian bawah dan pemberat. Tali ini terletak pada kedua sayap jarring.
3. KARAKTERISTIK ALAT TANGKAP PUKAT PANTAI
Alat tangkap pukat pantai termasuk jenis pukat yang berukuran besar. Banyak dikenal di daerah pantai utara Jawa, Madura, Cilacap, Pangandaran, Labuhan , Pelabukan Ratu, Maringge (Sumatra Selatan). Bentuknya seperti payang dan bersayap. Prinsip pengoperasianya adalah menelusuri dasar perairan dan pada akhir penangkapan hasilnya didaratkan ke pantai. Dalam pengoperasiannya pukat pantai yang berukuran bear memerlukan tenaga sampai puluhan orang lebih. Kantong pada pukat pantai biasanya berbentuk kerucut dan terbuat dari katun maupun bahan sintetis lain. Hasil tangkapan yang diperoleh dengan alat tangkap pukat pantai biasanya jenis-jenis ikan pantai yang hidup di dasar dan termasuk juga jenis udang. Dalam pengoperasiannya kapal atau perahu yang digunakan bervariasi. Sampai sekarang penggunaan alat tangkap pukat pantai ini terus menerus mengalami perkembangan baik dalam halperubahan model maupun penyebaran atau distribusinya.
4. Bahan dan Spesifikasinya
Seperti yang telah disebutkan pada konstruksi maupun detail konstruksi, pada prinsipnya pukat pantai terdiri dari bagian-bagian kantong yang berbentuk kerucut yang bisa dibuat dari bahan waring, katun maupun bahan sintetis lain seperti waring karuna, nilon bahan dari plastic maupun polyethylene (PE). Bagian kaki atau sayap dibuat dari bahan benang katun atau bahan sintetis lainnya. Pada bagian atas mulut dan kaki diikatkan pelampung. Pelampung ini kebanyakan terbuat dari bahan sintetis yang bersifat mudah mengapung atau tidak tenggelam dan biasanya berbentuk silinder. Sedangkan pada ris bawah diikatkat pemberat yang bisa terbuat dari timah atau dapat pula digunakan rantai besi. Pada masa dahulu masih digunakan pemberat yang terbuat dari bahan liat maupun batu. Namun sekarang sudah jarang digunakan karena daya awetnya rendah.
HASIL TANGKAPAN
Hasil tangkapan yang diperoleh dengan alat tangkap pukat pantai terutama jenis-jenis ikan dasar atau jenis ikan demersal dan udang antara lain yaitu; pari (rays), cucut (shark),teri (stolepharus spp), bulu ayam (setipinna spp), beloso (saurida spp), manyung (arius spp), sembilang (plotosus spp), krepa (epinephelus spp), kerong-kerong (therapon spp), gerot-gerot (pristipoma spp), biji nangka (parupeneus spp), kapas-kapas (gerres spp), petek (leiognathus spp), ikan lidah dan sebelah (psettodidae), dan jenis jenis udang (shrimp).
Sedangkan untuk pembagian hasil tangkapan, hal ini sudah diatur sesuai dengan undang-undang no 16 tahun 1964 tentang pembagian hasil usaha perikanan tangkap untuk operasi penangkapan ikan di laut dengan menggunakan perahu layar, nelayan penggarap minimal mendapat 75% dari hasil usaha bersih.
DAERAH PENANGKAPAN
Daerah penangkapan ikan adalah suatu daerah perairan yang cocok untuk penangkapan ikan dimana alat tangkap dapat kita operasikan secara maksimum. Syarat-syarat suatu daerah dapat dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan bila :
1.Terdapat ikan yang berlimpah jumlahnya
2.Alat tangkap dapat dioperasikan dengan mudah
3.Secara ekonomis daerah sangat berharga atau kondisi dan posisi daerah perlu diperhitungkan.
Pada umumnya krakat atau pukat pantai banyak dikenal dan dipergunakan di daerah pantai utara Jawa, Madura, Cilacap, Pangandaran, Labuhan, Pelabuhan Ratu, Marigge (Sumatra Selatan), dan banyak pula digunakan di daerah Jawa. Sedangkan distribusi pukat pantai ini meliputi daerah Labuhan, Teluk Panganten, Jakarta, Cirebon, Brebes, Pemalang, Tegal, Pekalongan, Semarang, Jepara, Juana, Rembang, Tuban, Bojonegoro, Pasuruan, Probolinggo, Panarukan, Banyuwangi, Muncar, Sepanjang pantai Madura, Lampung, Prigi, Pangandaran, Teluk Betung, Maringge, Seputih dan lain-lainnya.
Biasanya daerah penangkapan untuk alat pukat pantai ditentukan berdasarkan tanda-tanda alamiahn seperti terlihatnya buih-buih di permukaan perairan atau adanya burung yang menyambar-nyambar, namun kebanyakan nelayan menggunakan cara dengan mencoba menurunkan jaring pada daerah yang sudah biasa dijadikan daerah penangkapn oleh nelayan pukat pantai di masing-masing daaerah.
Dulu ketika jumlah unit pukat pantai masih terbatas, penggunaan daerah penangkapan tidak pernah menjadi permasalahan antara pemilik pukat pantai. Namun seiring dengan berkembangnya jumlah pemilik pukat pantai maka pada masing-masing daerah atau wilayah penangkapan dikenal adanya sistem pembagian daerah penangkapan pukat pantai dengan membagi daerah penangkapan menjadi beberapa bagian dan pada tiap bagian berlaku adanya pembagian jadwal operasi.
ALAT BANTU PENANGKAPAN
Selain bagian-bagian dari pukat pantai sendiri, dalam pengoperasiannya pukat pantai masih menggunakan alat bantu penangkapan diantaranya adalah :
1. Perahu
Perahu yang dipergunakan dalam pengoperasian pukat pantai ini bervariasi. Akan tetapi biasanya berukuran panjang 5-6 m, lebar 0.6 m dan dalam atau tinggi 0.7 m. Perahu ini ada yang dilengkapi dengan katir/sema (outriggers) maupun tidak. Ada yang dilengkapi dengan motor dan ada juga yang tanpa motor (perahu dayung). Untuk perahu dayung biasanya terbuat dari bahan kayu. Kelebihan dari material kayu selain harganya lebih murah, tehnologinya sederhana, material mudah didapat, pembentukannya mudah ringan dan perawatanya juga mudah.
2. Pelampung Berbendera
Pelampung berbendera ini berfungsi sebagai tanda posisi kantang pukat pantai di perairan dan sebagai petunjuk bagi mandor tentang keseimbangan posisi jarring antara kiri dan kanan. Sehingga dengan melihat bendera, mandor dapat dengan mudah mengetahui kapan posisi penarik harus bergeser dan seberapa jauhnya jarak pergeseran.
3. Kayu Gardan
Kayu garden ditancapkan dengan kokoh di pantai. Fungsi dari kayu ini adalah sebagai penggulung tali penarik dan sebagai tempat untuk menambatkan tali penarik. Kayu ini terbuat dari kayu pohon yang kuat misalnya kayu kopi, kayu waru dan sebagainya.

Update> oleh rustadi64

sumber:   http://rustadi64.blogspot.com/2011/03/pukat-pantai.html